Minggu, 19 Januari 2014

Dr. Eka Julianta Wahjoepramono Sp BS

Aku Bisa! menulis catatan baru: WSC Inspirational Public Figure: Dr. Eka Julianta Wahjoepramono Sp BS (Linny Oscar Susanto).
Words Share Contest Inspirational Public Figure

Pengirim: Linny Oscar Susanto

Dr. Eka Julianta lahir di Klaten, 21 Juli 1958. Ia adalah seorang dokter ahli bedah syaraf, khususnya bedah batang otak dan itulah yang menjadikannya terbilang cukup langka di Indonesia. Selain itu, Ia tercatat dan mendapatkan rekor dari Muri sebagai orang yang pertama dan satu – satunya di Indonesia yang berhasil membedah batang otak pasien. Ia menimba ilmu dari Prof Dr Med Raden Iskarno SpB SpBS, perintis Bagian Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung/RS Hasan Sadikin.

S aat peluncuran buku biografi Dr Eka berjudul Tinta Emas di Kanvas Dunia di Toko Buku Gramedia, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (25/2). Penulis buku Tinta Emas di Kanvas Dunia , Pitan Daslani, mengatakan, sudah mengecek se-Asia, sejauh ini baru Dr Eka yang pertama dan berhasil membedah batang otak.

Jika 15 tahun silam dia masih dianggap remeh dan disepelekan dokter-dokter termasuk dari Singapura, belakangan berbalik. Nama dan prestasi dokter Eka pun semakin tersohor, dan makin digemari pasien.

Teknologi baru bedah saraf otak yang ditemukan oleh Dr. Eka adalah melalui hidung yang disebutnya dengan Trans Clival. Dengan metode ini, operasi otak tanpa harus bedah tengkorak melainkan cukup melalui tulang clivus pada hidung untuk mengangkat tumor yang menempel di bawah otak. Tingkat kesulitan ini terbilang rendah.

Sebagai ahli bedah syaraf, namanya sudah tidak diragukan lagi. Tidak hanya di tingkat nasional, tetapi sudah mendunia. Sebagai contoh, Ia pun menjadi profesor tamu pada Fakultas Kedokteran Departemen Bedah Saraf Universitas Arkansas; dosen tamu pada Harvard Medical School, Massachuset, Amerika; Profesor Tamu pada Universitas Nasional Taiwan, Profesor Tamu pada Rumah Sakit Wang Fang, Taipei; dan Editorial Scientific of Australasia Neuroscience.

Edward R. Laws dari Fakultas Kedokteran Universitas Harvard, yang menjadi Presiden World Federation of Neurosurgical Societies XIII (Federasi Bedah Saraf Dunia), menilai Eka sebagai dokter luar biasa karena mempunyai ilmu membedah batang otak. Selama ini operasi batang otak tak pernah dilakukan karena berisiko mengakibatkan kematian. Namun, Eka berhasil melakukannya.

Guru besar dan ahli bedah saraf dari Taiwan, Yong Kwang Tu, juga mengagumi Eka. Menurut Kwang Tu, keahlian Eka diraih berkat keuletannya sendiri tanpa didampingi oleh seorang ahli bedah saraf.

Dokter ahli bedah saraf masih sangat langka di Indonesia. Padahal kasus bedah saraf dari tahun ke tahun meningkat. Sebagai perbandingan, RS Siloam Gleneagles di kawasan Lippo Karawaci Tangerang pada 1996 hanya menangani 50 kasus, namun pada 2006 ini yang perlu penanganan operasi hampir mendekati 500 kasus.

Biasanya, penyebab untuk kasus bedah saraf otak adalah kecelakaan, stroke, atau pembuluh darah pecah, tumor otak, tumor tulang belakang, dan sebagainya. Tetapi, Dr. Eka lebih sering menangani operasi otak karena stroke karena mencapai angka 902 kasus, tumor sebanyak 657 kasus, tumor tulang belakang 516 kasus, dan trauma akibat kecelakaan sebanyak 486 kasus.

Pasien yang berobat ke Dr. Eka pun juga sudah berdatangan dari Seluruh Indonesia, bahkan ada juga yang dari luar negri. Dan yang membuatnya bangga adalah, Ia bisa menangani pasien dengan baik. Selain itu, bila operasi di luar negri, biaya yang dibutuhkan pun cukup mahal dan kalau berobat di Indonesia, yang pastinya jauh lebih murah. Pasien dari Belanda datang ke Indonesia. Pasien dari Amerika juga datang ke Siloam. Pada saat menanyakan pasien mengapa mereka datang kepada Dr. Eka, mereka menjawab bahwa mereka mendengar dan baca di Internet bahwa reputasi Ia (Dr. Eka) juga sama dengan dokter di Amerika.' Kalaupun pakai asuransi, mereka harus tetap bayar 20 persen, yang nilainya tetap lebih mahal dibandingkan di Indonesia. Kelebihannya di Indonesia, setelah operasi mereka juga sembari bisa pergi ke Bali.

Dr. Eka juga pernah ingin mengundurkan diri dari profesinya, karena salah satu pasien yang ditanganinya meninggal dunia. Sebenarnya pasiennya masih sehat, namun memintanya segera mengoperasinya. Dan Dr. Eka yang lagi berlibur ke Selandia Baru bersama keluarga segera pulang.

Operasi pun di lakukan dan sebenarnya sukses. Namun, menjelang finish, tiba-tiba terjadi accident yang tidak diketahui dari mana, ketika ada udara masuk yang masuk melalui pernapasan dan akhirnya ke jantung sehingga pasiennya meninggal.

Setelah itu lebih dari dua minggu Dr. Eka seperti tidak bisa bangun dan selalu kepikiran. Dari direktur rumah sakit hingga rekan-rekan dokter dan perawat semua berusaha menghibur, namun Ia sudah tidak ambil peduli.
Niatnya mau berhenti saja sebagai dokter sampai akhirnya istri pasien yang meninggal itu mengirimkan SMS yang menyatakan dia ikhlas atas kepergian suaminya dan memintanya untuk tidak berhenti bekerja dan mengabdi kepada kemanusiaan. Sejak itulah jiwanya bangkit dan akhirnya melanjutkan tugas lagi.

Selain itu, Dr. Eka juga pernah menangani pasien yang terbilang kurang mampu. Dan Ia cukup bangga dengan pekerjaan mulia itu. Kalau memang ada yang tidak mampu, ada Yayasan Otak Indonesia. Dan Ia tidak mengambil biaya seperserpun.
Tetapi hanya membutuhkan banyak peralatan dan obat. Untuk itu, Ia mendapatkan dari donator. Dan pasti masih ada yang mau membantu. Prestasi membedah otak bagi orang kurang mampu berawal pada 20 Februari 2001, ketika Ardiansyah, warga Merak, Banten, datang dalam kondisi kritis. Buruh nelayan berusia sektiar 20 tahun saat itu datang dalam kondisi saraf-saraf lumpuh, kaki dan tangan lumpuh, mata pun melotot, napas tersengal-sengal. Setelah didiagnosa, Ardiansyah ini terkena tumor kavernoma yang telah pecah di pons atau batang otak. Saat itu, dokter di dunia termasuk dokter bedah saraf pun belum berani mengutak-atik batang otak, karena kalau salah sedikit pasti mati atau lumpuh. Tapi karena pilihannya mati atau hidup, Dr. Eka memberanikan diri untuk membedah batang otak Pak Ardiansyah itu.

Selain itu, ada lagi pasien miskin lainnya, yakni Jumiati. Mahmud, suaminya, kepala sekolah swasta di Cengkareng, Jakarta Barat, yang untuk memenuhi kebutuhan keuangan keluarga, bekerja sambilan sebagai pemulung sampah. Operasi Ardiansyah dan Jumiati dilayani dr Eka secara cuma-cuma di RS Siloam.

Prestasi Dr. Eka sangat membanggakan Indonesia, tawaran-tawaran pekerjaan hingga pindah kewarganegaraan. Ia pernah ditawari di Jepang dan Arkansas. Tapi Ia malah menolak karena alasan nasionalisme yang membuatnya bertahan di sini. Ia juga tersinggung kalau ada orang di luar negeri yang meredahkan atau tidak memandang Indonesia.

Alasan menolak pindah kewarganegaraan sekalipun ke negara maju dengan fasilitas bagus adalah Ia mempunyai panggilan jiwa terhadap bangsa dan Negara ini. Dan kalaupun pindah ke Amerika, namanya juga belum tentu tersohor seperti di Indonesia.

Tahun-tahun pertama, dia nyaris tak pernah libur, atau berakhir pekan bersama keluarga bahkan waktu untuk keluarga nyaris tidak ada. Bekerja dari pukul 07.00 hingga 24.00 dalam sehari, setiap hari. Barulah setelah ada tim dokter yang terdiri atas lima orang, barulah bisa cuti bergantian.

Yang membuat saya kagum dengan Dr. Eka adalah Dia dengan tulus ikhlas membantu orang – orang yang tidak mampu, memberikan harapan nyawa bagi orang – orang yang mungkin nyawanya sudah di ujung tanduk. Selain itu, Ia juga mengharumkan nama dan meningkatkan derajat Indonesia di mata dunia. Ia adalah seorang dokter bedah syaraf yang sangat handal di bidangnya. Saya sangat terinspirasi dengan dia, saya juga ingin memberikan harapan nyawa seperti dia yang juga memberikan harapan nyawa bagi orang – orang. Saya sangat termotivasi dengan Dr. Eka Julianta, walaupun dulunya ia juga orang yang tidak mampu. Ia giat belajar dan mengubah nasib hidupnya menjadi lebih baik. Dan saya percaya, Tuhan pasti memikirkan nasib umat-Nya. Apabila ada kemauan, pasti ada jalan keluarnya. Terima kasih Dr. Eka karena engkaulah yang memberikanku motivasi hidup…
18 April 2010

1 komentar:

  1. Sungguh luar biasa pengalaman dan talenta yang diberikan TUHAN bagi dr eka. Perkenalkan nama saya marc, suku ambon tapi berdomisili di kota sorong, papua barat. Saya ingin bertanya mengenai yayasan otak indonesia bagi yang tidak mampu. Ayah saya sekarang menderita pendarahan di batang otak sesuai diagnosa dokter dan sementara di ruangan ICU sudah dirawat selama 2 minggu hanya diobservasi keadaan ayahku. Apakah yayasan otak indonesia ini bisa membantu kami, mohon bantuannya

    BalasHapus